Di tengah pesatnya laju perkembangan zaman, Islam sebagai agama mayoritas di dunia tentu turut ambil bagian, dengan jumlah yang mencapai lebih dari 1000.000.000 jiwa menganut agama Islam, sudah seharusnya umat muslim menjadi umat terdepan dan penggenggam dunia.
Namun fenomena yang terjadi ialah umat Islam masa kini belum totlaitas dalam menjalani kehidupan dan masih menjadi umat terbelakang sebagaimana yang diungkap oleh pemikir pembaharuan Islam Syeikh Muhammad Abduh yakni yang menjadi penyebab kemunduran Islam adalah faham jumud yang terdapat dikalangan umat Islam itu sendiri, karena faham jumud inilah umat Islam tidak menghendaki perubahan, umat Islam menjadi statis tidak mau menerima perubahan dan umat Islam berpegang teguh pada tradisi.
Terkhusus di Indonesia hanya kerena soal perbedaan dalam tata cara beribadah atau perbedaan pendapat dan pola pikir sering memicu pertentangan, jika umat muslim di Indonesia hanya berfokus pada hal-hal yang seharusnya sudah saling memaklumi dan tidak perlu diperdebatkan maka tak heran umat muslim di negeri ini akan jauh tertinggal oleh pesatnya laju perkembangan zaman saat ini yang mana hampir seluruh sektor dunia dikuasai oleh orang-orang non muslim.
Pesatnya laju perkembangan zaman menjadi tantangan tersendiri bagi umat muslim dibelahan dunia mana pun, perlu kesadaran secara utuh dari umat Islam untuk memilik pemikiran yang terbuka (Open Minded) artinya umat muslim tidak terkotak-kotakkan dengan persoalan-persoalan furu’iyyah saja. Tetapi mampu melihat potensi dan peluang di masa mendatang dengan jumlah populasi Islam yang banyak namun bisa mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.
Untuk menjadi pondasi perkembangan zaman dengan arus globalisasi yang pesat tentu pemanfaatan sumber daya manusia harus diopimalkan, dalam hal ini ialah kalangan anak muda yang berperan demi bangkitnya Islam sehingga bisa menguasai seluruh sektor dunia seperti yang berkaitan dengan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, agama, sosial, politik, dan lain sebagainya.
Sudah saatnya umat muslim ikut ambil bagian, bukan hanya menjadi penonton tetapi menjadi lakon, punya peran di dalamnya. Terutama dikalangan pemuda Indonesia yang sebagian besar usia penduduknya ialah usia produktif. Kalangan anak muda tentunya masih memiliki perjalanan hidup yang cukup panjang, yang mana pemuda ialah penggenggam tiang-tiang sekaligus pondasi bangsa ini seharusnya bisa membawa efek yang baik bagi bangsa.
Untuk menjadi pondasi perkembangan zaman, sejatinya yang perlu disiapkan ialah kekuatan spiritual, intelektual dan emosional dikalangan umat muslim khususnya pemuda, dengan potensi sumber daya manusia Islam yang sersebar di penjuru dunia, Islam dimasa mendatang memiliki peran dan potensi luar biasa di kancah dunia.
Sosok yang mampu menjadi panutan demi bangkitnya umat Islam dan Islam bisa menjadi pionir di masa mendatang salah satunya ialah Salahuddin al-Ayyubi seorang panglima perang. Mengapa Salahuddin al-Ayyubi?, karena di dalam pribadi beliaulah 3 pondasi kekuatan bagi pemuda Islam itu berada.
Ditengah derasnya arus perkembangan zaman saat ini. Salahuddin merupakan sosok yang bukan hanya spiritualitasnya yang kuat dengan menjadikan Allah SWT sebagai motivasinya, Dzat Yang Maha Pendorong manusia untuk melakukan segala kebaikan dan kebenaran, tetapi juga memiliki kecerdasan yang luar biasa, yang mana kecerdasannya terasah karena beliau sedari kecil telah belajar dan menghafal al-Qur’an, serta kemampuannya dalam mengelola kekuatan emosionalnya.
Dari tulisan diatas penulis penyimpulkan bahwa letak pondasi Islam sebagai pondasi perkembangan zaman ialah dengan memiliki pemikiran yang terbuka dan memiliki nilai toleransi yang tinggi. Aset terbesar majunya Islam dan bisa membawa Indonesia sebagai negara yang mayoritasnya muslim ke kancah dunia ialah pemuda Islam yang dilengkapi dengan tiga kekuatan yang harus dimiliki oleh setiap pemuda yakni, kekuatan spiritual, kekuatan intelektual dan kekuatan emosional, sebagaimana sosok Salahuddin al-Ayyubi yang mampu dijadikan sebagai tauladan bagi para pemuda Islam.
Penulis :Lutfi Aulia Rahmadhani
Editor : IKBA